Universitas Mulawarman

Berita

Universitas Mulawarman

Deteksi Dini dan Penanganan Pada Pasien Virus Corona

oleh: apt. Risna Agustina, M.Si; apt, Hajrah, M.Si; apt. Wisnu C P, M.Si

(Pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman)

Dunia saat ini tengah menghadapi wabah virus SARS-CoV-2 yang dikenal di masyarakat dengan Covid-19. Pandemi Covid-19 yang berawal dari Wuhan ini, tercatat telah menyebabkan kematian sebanyak 53.975 jiwa pertanggal 3 April 2020 dari jumlah total kasus 1.018.948 pasien di seluruh dunia berdasarkan laporan WHO. Adapun pasien yang dinyatakan sembuh berjumlah 217.433 jiwa. Amerika Serikat, Spanyol serta Italia merupakan negara-negara dengan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi di dunia, dan negara dengan jumlah kematian terbesar ditempati oleh Italia, Spanyol dan Perancis.

Di Indonesia sendiri pertanggal 3 April 2020 jumlah kasus pasien positif Covid-19 tercatat 1.986 pasien dengan rincian, 1.671 orang sedang menjalani perawatan, 134 orang pasien dinyatakan sembuh dan 181 pasien Covid-19 dinyatakan meninggal dunia. Data ini akan terus berubah seiring berjalannya waktu dan tentu saja pada saat Anda membaca artikel ini jumlahnya tidak akan lagi sama.

Penyakit ini menjadi sangat berbahaya dikarenakan dapat menyebabkan gangguan berat berupa pneumonia hingga kegagalan pada sistem pernafasan manusia yang dapat berujung kematian. Selain itu karena gejala Covid-19 menyerupai gejala flu biasa, seperti demam dan batuk, sehingga sering disalahartikan sebagai sakit flu yang menyebabkan terlambatnya penanganan terhadap kasus tersebut. Lebih membahayakan lagi jika yang terkena virus ini tidak menampakkan gejala apapun karena mereka dapat mempercepat penyebaran Covid-19 dengan menjadi “alat transportasi” tanpa mereka sadari. Hal ini biasanya tidak membahayakan bagi individu tersebut tetapi dapat berakibat fatal bagi orang yang berinteraksi dengannya terutama bagi yang memiliki daya imunitas rendah seperti pada lansia atau yang memiliki kondisi medis dengan hipertensi atau penyakit jantung dan pembuluh darah serta paru-paru.

Tingginya nilai kegawatan dari penyakit ini, sehingga diperlukan suatu deteksi dini, tindakan pencegahan serta pengobatan yang cepat agar dapat menekan angka kejadian. Standar WHO terkait deteksi dini adalah pemeriksaan dengan mengambil spesimen dari air liur, lender hidung, atau darah untuk melihat keberadaan asam nukleat virus SARS-CoV-2. Pemantauan pencitraan paru, indeks oksigen dan juga kadar sitokin juga bermanfaat untuk identifikasi awal pasien yang berada dalam pemantauan. Hasil dari deteksi ini terkadang dapat menimbulkan nilai negatif palsu diawal infeksi sehingga isolasi dan pengujian dari banyak spesimen secara terus menerus harus dilakukan untuk mendapatkan kepastian. Selain itu kasus yang dikonfirmasi juga harus didasarkan pada riwayat epidemiologi pasien serta tanda dan gejala pernapasan yang nampak seperti demam ≥ 38oC, batuk, pilek, radang tenggorokan dan sesak napas.

Hingga saat ini belum ada obat dan vaksin yang terbukti efektif dan aman untuk pengobatan Covid-19. Cara yang paling yang efektif untuk menurunkan penyebaran dan mengurangi angka kematian adalah dengan pencegahan sedini mungkin. Langkah-langkah yang dilakukan pada saat mencegah penularan pada penderita influenza juga efektif, termasuk melakukan physical distancing, mencuci tangan dengan air dan sabun sesering mungkin, menggunakan masker ketika keluar rumah, menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut serta menutup hidung dan mulut dengan lengan saat bersin atau batuk. Bagi individu yang pernah melakukan kontak dekat dengan seorang yang dikonfirmasi positif Covid-19 harus melakukan karantina sendiri selama 14 hari (rata-rata periode inkubasi adalah 5-7 hari, tetapi beberapa kasus telah terjadi selama 12-14 hari setelah paparan).

Media telah banyak memberitakan mengenai perkembangan penemuan obat untuk Covid-19. Obat-obatan seperti klorokuin, hidroksiklorokuin, favipiravir (Avigan), lopinavir, ritonavir, remdesivir, tolicizumab azitromisin dan evermektin dilaporkan memiliki potensi dalam menghambat replikasi virus SARS-CoV-2. Akan tetapi harus dipahami bahwa pengujian obat-obatan terhadap Covid-19 masih dalam tahapan uji praklinik. Walaupun beberapa obat yang disebutkan telah masuk tahapan uji klinik (uji pada manusia) tetapi bukti klinisnya belum mencukupi untuk menyatakan obat tersebut sebagai obat Covid-19. Bukti klinis yang dimaksud adalah bukti bahwa obat-obat tersebut efektif dan aman diberikan untuk berbagai kondisi pasien. Bahkan terdapat laporan dari Amerika dan Nigeria adanya kematian pasien dikarenakan mengkonsumsi sendiri klorokuin tanpa adanya anjuran dari dokter maupun apoteker.

Selain obat-obatan sintetik, banyak peneliti juga melaporkan bahwa obat-obatan yang berasal dari bahan alam memiliki potensi dalam menghambat perkembangan Covid-19. Salah satu beritanya berasal dari peneliti UNAIR yang menyatakan telah menemukan jamu untuk menyembuhkan Covid-19, tetapi perlu diingat kembali bahwa bukti klinis terkait efektivitas dan keamanan obat-obat tersebut masih belum terbukti pada manusia sehingga diperlukan telaah lebih lanjut.

Meskipun begitu pengobatan untuk Covid-19 smendapatkan titik terang, laporan dari tenaga medis Cina menyatakan bahwa penggunaan Convalescent plasma dan hyperimmune globulin menunjukkan  perbaikan terhadap kondisi pasien Covid-19. FDA saat ini juga telah memulai uji klinik penggunaan kedua agen tersebut dalam terapi penyembuhan Covid-19. Convalescent plasma dan hyperimmune globulin merupakan antibodi yang diperoleh dari plasma darah penderita Covid yang telah dinyatakan sembuh. Harapannya pemberian antibodi pada pasien yang sedang sakit dapat membantu sistem imun tubuh dalam melawan virus SARS-Cov-2 sehingga menurunkan tingkat kegawatan penyakit.

Konsekuensi medis, sosial, dan ekonomi Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya dalam masyarakat kontemporer. Langkah-langkah physical distancing mungkin masih diperlukan untuk mengendalikan pandemi saat ini. Kita masing-masing memiliki tanggung jawab melalui tindakan kita sendiri, secara profesional dan pribadi, untuk berkontribusi dalam mengendalikan pandemi ini. (hms/rob)

 

Tanggal : 07 April 2020

Universitas Mulawarman